
FENOMENOLOGI MARTIN HEIDEGGER
Kebebasan berpikir merupakan karakter utama periode modern. Periode jaman modern lebih mementingkan keterlibatan subyek terhadap segala kenyataan yang dilihat, disadari dan dialaminya setiap hari. Kebebasan berpikir seperti ini mengandaikan adanya suatu kesadaran bahwa saya sebagai subyek harus kembali kepada kenyataan. Kebebasan berpikir ini juga menunjukkan bahwa manusia tidak pernah selesai dalam mencari kebenaran. Manusia semakin tekun dalam mencari rahasia tersembunyi dari hakikat alam dan manusia(termasuk proses di dalamnya). Maka, menurut Edmund Husserl diperlukan suatu pendekatan yang membebaskan kita dari semua prasangka agar gejala-gejala(fenomena) dapat menyatakan diri kepada kita. Pendekatan ini ia sebut dengan ‘filsafat fenomenologi’. Filsafat fenomenologi sendiri dikembangkan dan dirumuskan oleh Edmund Husserl pada awal abad ke-20. Kata fenomenologi berarti ilmu tentang hal-hal yang menampakkan diri(phainomenon). Pada akhir refleksinya, Edmund Husserl menemukan dan memberi kesimpulan bahwa fenomenologi itu adalah pendekatan yang mensyaratkan bahwa kesadaran manusia harus terarah pada kesadaran akan sesuatu, yakni kesadaran intensionalitas. Namun, apakah fenomenologi Edmund Husserl ini disetujui oleh Heidegger sebagai seorang pengikut aliran fenomenologi? Lalu apakah fenomenologi yang digunakan Heidegger ini mengutip fenomenologi Husserl? Apakah fenomenologi Heidegger merupakan pendekatan untuk mengerti dan memahami buku karangannya tentang Ada dan Waktu ? atau apakah fenomenologi Heidegger ini mampu mengantar akal budi manusia untuk menangkap inti hakiki dari gejala dalam artinya yang asli?
Martin Heidegger adalah seorang fenomenolog sekaligus filsuf Jerman. Ia berasal dari keluarga sederhana. Pada tanggal 26 September ia dilahirkan dikota Messkirch. Pada tahun 1909 ia masuk Universitas Freiburg untuk belajar fakultas teologi. Setelah mempelajari teologi selama empat semester, ia mengalihkan perhatiannya kepada studi filsafat, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan kemanusiaan. Berikutnya, pada tahun 1916 Edmund Husserl datang ke Freiburg sebagai rektor di universitas tersebut. Kedatangan Husserl merupakan suatu peristiwa yang penting bagi Heidegger. Mengapa? Karena kedatangan Husserl ini semakin memperkuat Heidegger untuk lebih memperdalam filsafat fenomenologi, yang sudah lama menjadi perhatiannya. Dia juga yakin bahwa melalui pergaulan langsung dengan pendiri fenomenologi, dia akan menguasai betul maksud dan jangkauan cara berfilsafat Husserl, khususnya tentang filsafat fenomenologi. Husserl sendiri menganggap Heidegger sebagai seorang murid yang pandai dan cerdas, sehingga karena kepandaiannya itu ia diangkat Husserl sebagai asistennya. Lalu bagaimana kita dapat memahami fenomenologi Heidegger setelah ia sendiri mengenal Husserl sebagai pendiri aliaran fenomenologi?
Pertama-tama, kita harus mengetahui bahwa heidegger bukan hanya seorang fenomenolog, tetapi ia juga adalah seorang filsuf yang menaruh perhatian pada Filsafat Eksistensialisme. Melalui filsafat ini, ia berusaha menghubungkan pertanyaan metafisis filsafat barat ke arah pertanyaan ontologis, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut makna keberadaan. Heidegger menjadi tertarik akan pertanyaan tentang mengada atau apa artinya untuk berada karena pengaruh filsuf sebelumnya seperti Plato, Descartes, maupun pada periode pencerahan. Namun pertanyaan tentang Ada ini berasal dari pertanyaan filsafat barat tradisional, yakni apa yang menjadi gagasan Parmenides. Singkatnya, melalui pertanyaan ontologis ini kita dapat mengetahui bagaimana heidegger mulai menerapkan fenomenologinya, terutama bagaimana mendekati Ada sebagai sebuah fenomen? Menurut Heidegger, untuk mendekati Ada sebagai sebuah fenomen, kita harus membiarkan Ada “menampakkan diri pada dirinya sendiri”. Artinya, dalam mendekati Ada kita tidak memaksakan penafsiran-penafsiran kita begitu saja, melainkan membuka diri, yaitu membiarkan Ada terlihat. Maka, sikap yang tepat terhadap Ada adalah membuka diri, bukan hanya menganalisis. Sikap membuka diri ini terlihat dari seseorang yang kerap merasa heran terhadap fenomen ada, mengapa segala sesuatu itu ada atau tiada? atau apa artinya semua itu bagi kehidupan manusia? Memang, pertanyaan ini mungkin tak akan pernah terjawab, tetapi pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa kita adalah manusia yang bertanya karena keingintahuan terhadap suatu fenomen ada. Pertanyaan ini muncul ketika hati kita tidak hanyut dalam arus kehidupan sehari-hari, yaitu kalau kita bermenung dan berefleksi. Menurut Heidegger pada momen inilah hati kita terbuka terhadap Ada; dan Heidegger mengambil momen keterbukaan hati ini sebagai cara mendekati fenomena Ada.
Sehubungan itu, Heidegger juga menambahkan bahwa penampakan Ada tidak muncul begitu saja atau tidak sesederhana yang manusia pikirkan. Mengapa? Karena menurut Heidegger, tidak seluruh ada menampakkan diri. Jenis penampakan ada itu dapat bermacam-macam. Oleh karena itu, subyek harus jeli dalam memilah-milah penampakan ada. Ada dua hal penampakan yang harus menjadi perhatian khusus kita menurut Heidegger, yakni pertama, sesuatu bisa menampakkan diri seolah-olah mirip sesuatu(penampakan kemiripan). Kedua, sesuatu itu juga dapat menampakkan diri sedemikian rupa sehingga muncul sebagai sesuatu yang lain, sementara keasliannya tetap tersembunyi dibalik penampakannya. Misalnya, demam itu adalah penampakan dari suatu penyakit, namun penyakit itu sendiri tidak menampakkan diri. Dengan kata lain, terjadi suatu penyingkapan diri sesuatu yang tidak menampakkan diri, artinya dalam penampakannya Ada menyembunyikan diri. Maka, menurut Heidegger dalm hal inilah fenomenologi dapat dipakai untuk mengakses Ada apabila subyek membiarkan Ada terlihat; dan dengan demikian, subyek dapat menemukan penampakan yang sejati, yaitu makna terdalam dari Ada itu sendiri
Pendekatan yang dipakai Heidegger di atas berbeda dengan pendekatan yang dipakai Husserl. Heidegger meradikalkan konsep Husserl tentang intensionalitas, yaitu keterarahan kesadaran. Menurut Husserl, kesadaran kita selalu terarah pada pada sesuatu di luarnya. Untuk kesadaran ini Husserl memaksudkannya sebagai suatu kesadaran akan sesuatu. Bagi Heidegger, kesadaran kita tidak hanya kesadaran akan sesuatu, tetapi juga kesadaran dalam/sebagai sesuatu. Maksudnya, kita tidak sekedar menyadari sesuatu, tetapi sesuatu itulah yang turut membentuk kesadaran kita. Misalnya, kita hidup di dalam dunia, maka dunia ini yang membentuk kesadaran kita. Heidegger juga menambahkan bahwa kesadaran dalam dunia tidak hanya itu, tetapi kesadaran akan dunia memiliki banyak bentuk, misalnya suasana hati yang berkaitan dengan perasaan. Kesadaran seperti ini Heidegger sebut sebagai kesadaran dalam sesuatu. Dengan kata lain, Heidegger menganggap bahwa kesadaran murni seperti yang dibayangkan Husserl tidak ada.
Dari uraian singkat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pertama, fenomenologi Heidegger adalah suatu ontologi menyangkut kenyataan. Fenomenologi Heidegger berusaha memaknai Ada sebagai sebuah fenomen yang utama dari kesadaran manusia. Kedua, dengan memahami fenomenologi Heidegger kita diarahkan untuk memahami karyanya yang cukup sulit dipahami, yaitu tentang Ada dan Waktu. Ketiga, sebagai seorang filsuf eksistensialis dan fenomenolog, Heidegger mengajak manusia untuk kritis dan jeli dalam memaknai pengalaman sehari-hari, khususnya berkaitan dengan begitu banyak penampakan yang mirip dan yang kerap menipu penglihatan manusia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar